Sebagaimana disebutkan dalam posting terdahulu, media elektronik, terutama televisi, sangat erat berhubungan dengan Negara atau pemerintah yang berkuasa. Kondisi tersebut relevan dengan kondisi media di Indonesia yang ditunjukkan oleh kedekatan antara TVRI dengan pemerintah sejak awal berdirinya sampai saat ini. Meskipun TVRI pada mulanya merupakan sebuah lembaga non pemerintah, karena awalnya dibentuk sebagai sebuah yayasan, namun lembaga ini selalu dekat dengan pemerintah sebab sebagai yayasanpun TVRI berada dalam control Presiden. Dengan masuknya stasiun televisi pertama Indonesia ini ke dalam tubuh Departemen Penerangan maka makin kuatlah ikatan antara lembaga ini dengan pemerintah. Bahkan televisi swasta yang muncul pada tahun 1990-an juga mempunyai kedekatan dengan pemerintah pada taraf tertentu.
Tulisan ini membahas tingkat hubungan antara TVRI dengan pemerintah dengan menyoroti bagaimana pemerintah mampu membuat lembaga penyiaran tersebut sebagai sebuah alat pemerintah. Beberapa pendapat menyatakan bahwa TVRI telah digunakan sebagai sebuah alat pemerintah seperti terbukti dalam struktur organisasi, kebijakan pemerintah mengenai isi penyiaran, dan peluncuran satelit PALAPA.
TVRI sebagai alat pemerintah: beberapa bukti
Wahyuni, seorang dosen Universitas Gadjah Mada yang menekuni bidang komunikasi politik menyatakan bahwa stasiun televisi pertama Indonesia, TVRI, telah begitu dekat dengan pemerintah sejak berdiri pada tahun 1962. Ia menyatakan bahwa hal ini disebabkan oleh potensi televisi sebagai sebuah media untuk menyebarkan informasi.[1] Pendapat tersebut senada dengan pernyataan Herman dan Chomsky tentang kedekatan hubungan antara pemerintah dengan media, termasuk televisi, karena media dapat menjadi alat untuk membentuk opini publik.[2]
Hubungan erat antara TVRI dengan pemerintah Indonesia juga disampaikan oleh Kitley. Ia menyebutkan bahwa TVRI telah begitu dekat dengan pemerintah Indonesia sejak masa awal berdirinya. Pemerintah Indonesia telah begitu dalam terlibat dalam pengelolaan lembaga penyiaran ini sebab pemerintah melihat televisi sebagai bagian alat pembangunan.[3] Keterlibatan pemerintah yang luas dalam mengelola TVRI juga dibenarkan oleh Send an Hill. Mereka menyebutkan bahwa TVRI adalah media yang paling ketat dikontrol oleh pemerintah.[4] Pendapat - pendapat tersebut mengindikasikan kedekatan hubungan antara TVRI dengan pemerintah. Bahkan lembaga penyiaran tersebut dianggap sebagai sebuah alat pemerintah.
Berkaitan dengan isu tersebut, bab ini akan mendemonstrasikan bagaimana pemerintah telah menggunakan media televisi sebagai alat pemerintah sejak berdirinya di era Presiden Soekarno pada tahun 1962 sampai dengan pengunduran diri Presiden Soeharto pada tahun 1998. Struktur organisasi TVRI, peluncuran satelit Palapa, dan kebijakan - kebijakan pemerintah mengenai isi program TVRI dipercaya menjadi tiga factor utama yang menjadi bukti pendapat tersebut.
Hal pertama yaitu mengenai struktur organisasinya. TVRI diketahui sangat dekat dengan pemerintah baik pada masa awal berdiri maupun sampai dengan masa berikutnya dimana lembaga penyiaran ini bahkan menjadi bagian dari Departemen Penerangan. Hal ini menunjukkan bahwa bahwa TVRI menjadi sebuah alat pemerintah. TVRI didirikan pada tanggal 24 Agustus 1962 sebagai bagian dari persiapan penyelenggaraan Asian Games. Lembaga ini sendiri bukan bagian dari pemerintah tetapi merupakan bagian dari panitia penyelenggara pesta olah raga bangsa - bangsa Asia tersebut. Meskipun bukan merupakan bagian dari pemerintah, lembaga penyiaran ini sangat dekat dengan Presiden karena merupakan bagian dari Yayasan Gelora Bung Karno yang memang berada dibawah kendali Presiden secara langsung. Pada akhirnya bahkan televisi nasional tersebut menjadi bagian dari struktur organisasi pemerintah dengan masuknya ke dalam Departemen Penerangan.[5]
Mundurnya Presiden Soeharto pada tahun 1998 membawa kebebasan lebih bagi media, baik cetak maupun elektronik. Media cetak misalnya menikmati kebebasan dengan pencabutan SIUP (Surat Ijin Usaha Penerbitan).[6] Penerbitan sekitar 1000 surat ijin baru bagi radio swasta dan lima bagi televisi swasta dalam jangka waktu dua tahun menandai kebebasan tersebut.[7] Disamping itu, penghapusan Departemen Penerangan, dimana TVRI merupakan bagian daripadanya dibawah Direktorat Radio, Televisi, dan Film, nampaknya telah memberi kesempatan untuk pembebasan lembaga penyaiaran ini. Namun demikian harapan tersebut hanyalah sebuah ilusi belaka karena TVRI kemudian diubah menjadi sebuah perusahaan jawatan dibawah Menteri Keuangan dan di bawah supervisi sebuah Badan Penasihat yang bertanggung jawab terhadap menteri yang sama.[8] Hal ini memnunjukkan bahwa meskipun dalam era pasca Soeharto media memperoleh kebebasan yang lebih besar namun lembaga penyiaran nasional ini masih tetap dalam kontrol pemerintah.
Namun demikian, UU Penyiaran tahun 2002, yang disahkan oleh DPR pada 8 Desember 2002 membawa harapan baru bagi pembebasan TVRI dari status lama sebagai alat pemerintah karena UU tersebut memberikan mandat untuk mengubah TVRI menjadi sebuah lembaga penyiaran publik.[9] Sebagai respon dari UU tersebut maka pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 13 Tahun 2005 tentang Lembaga Penyaiaran Publik.[10] Akhirnya pada 24 Agustus 2006 TVRI secara remsi berubah menjadi sebuah lembaga penyiaran publik.[11] Tetapi terlepas dari status barunya tersebut, yang mestinya independen, ternyata peraturan tersebut masih memungkinkan adanya intervensi pemerintah terhadap TVRI karena dinyatakan bahwa TVRI berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Presiden.[12] Fakta ini menunjukkan bahwa TVRI telah begitu dekat dan terikat dengan pemerintah dan bahkan dengan status barunya sebagai sebuah lembaga penyiaran publik hubungan tersebut tampaknya tidak akan hilang begitu saja.
Bukti kedua yang mendukung pendapat terhadap pandangan yang menganggap TVRI sebagai alat pemerintah adalah peluncuran SKSD PALAPA. Pada 16 Agustus 1976 Presiden Soeharto meresmikan satelit komunikasi domestik yang dinamai PALAPA. Nama tersebut berasal dari sumpah Maha Patih Gajah Mada dari Kerajaan Majapahit yang diucapkan pada tahun 1334. Dalam sumpahnya ia berkata:
Lamun humus kalah Nusantara, isun amukti PALAPA, lamun humus kalah Gurun, ring Seran, Tanjungpura, ring Haru, ring Pahang, Dompo, Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, Samana isun amukti PALAPA. (Aku tidak akan beristirahat sampai seluruh kepulauan telah disatukan, ketika Gurun, Seram, Tanjungpura, Haru, Pahang, Dompo, Bali, Sunda, Palembang dan Tumasik telah bersatu maka baru aku akan beristirahat)[13]
Presiden Soeharto mengatakan bahwa nama tersebut dipilih karena PALAPA menjadi bukti bahwa sebelum masa kolonial Indonesia memiliki masa keemasan. Selain itu hal tersebut juga merefleksikan sebuah aspirasi bahwa satelit tersebut dapat menjadi alat pemersatu bangsa Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau dan untuk mencapai tujuan pembangunan yaitu masyarakat yang adil dan makmur.[14]
Namun, Kitley menyatakan bahwa tujuan peluncuran satelit tersebut adalah untuk memperoleh manfaat politik yang sebesar - besarnya dari pada untuk mencapai masyarakat adil dan makmur.[15] Peluncuran satelit komunikasi tersebut memperluas cakupan siaran TVRI.[16] Disebutkan bahwa siaran TVRI dapat meliputi 82% dari seluruh penduduk Indonesia saat ini.[17] Dengan makin luasnya cakupan karena keberadaan satelit dan adanya monopoli atas media penyiaran ini, keuntungan politiknya jelas karena media penyiaran ini dapat menjadi alat untuk membentuk opini publik yang efektif. Sekali lagi usaha ini menunjukkan bagaimana pemerintah telah menggunakan kekuasaannya untuk membuat TVRI sebagai alat untuk kepentingan politiknya dengan cara memperluas cakupan siarannya ke seluruh Indonesia.
Untuk tujuan yang sama kebijakan pemerintah tentang isi siaran juga dipercaya sebagai bukti bagaimana pemerintah telah menggunakan TVRI sebagai alat pemerintah. Kebijakan tersebut meliputi aturan tentang iklan dan siaran program yang berisi pesan - pesan pemerintah. Terkait dengan kebijakan iklan, TVRI melarang penayangan iklan sejak tahun 1981, walaupun akhirnya aturan tersebut telah dicabut beberapa waktu yang lalu.
Ada dua alasan yang dikemukaan pemerintah tentang hal tersebut yaitu untuk melindungi masyarakat dari dampak negatif siaran iklan dan untuk memaksimalkan penggunaan media ini guna mendukung program pembangunan. Dinyatakan bahwa iklan itu terlalu kebarat - baratan dan mendorong masyarakat untuk menghayal akan hal - hal yang ditawarkan iklan yang diluar jangkauan mereka sehingga TVRI harus melindungi masyarakat Indonesia dan fokus pada masalah pembangunan.[18] Dan yang terakhir adalah kebijakan mengenai isi siaran dimana dulu TVRI banyak menyiarkan program - program yang berisi pesan - pesan pemerintah seperti Siaran Pedesaan, Si Unyil dan Keluarga Rahmat.
Nah, bagaimana eksistensi dan kiprah TVRI dimasa mendatang? Akankah sebagai sebuah lembaga penyiaran publik dia akan berpihak kepada publik dan menjadi sumber berita yang independen sekelas BBC di Inggris, ABC-nya Australia atau PBS-nya Amerika Serikat? Semoga....
[1] Wahyuni, I., Hermin, Televisi dan Intervensi Negara: Konteks Politik Kebijakan Publik Industri Penyiaran Televisi (Television and State Intervention: Public Policy of Television Broadcasting in Political Contexts), Media Pressindo, Yogyakarta, 2000, 1 - 2.
[2] Jamal, Amal, 'State-Building and Media', 264.
[3] Kitley, Philip, 'Television, Nation, and Culture', 2000, 4.
[4] Sen, Krishna and Hill, T., David, Media, Culture and Politics in Indonesia, Oxford University Press, South Melbourne, 2000, 108.
[5] Kitley, Philip, 'Television, Nation, and Culture', 33 - 34.
[6] Idris, Naswil & Gunaratne, Shelton A., "Indonesia", in Gunaratne, Shelton A., Handbook of the Media, 286.
[7] Masindo cited in Kitley, Philip, 'Television, Nation, And Culture', 2000, 215.
[8] Kitley, Philip (Ed.), Television, Regulation and Civil, 2003, 111.
[9] Undang - Undang Republik, Chapter 3, Article 14.
[10] Peraturan Pemerintah Republik, 1.
[11] Asia Media, 'Indonesia: TVRI becomes public network', http://www.asiamedia.ucla.edu/article.asp? parentid=51738 (Accessed 13 September 2006).
[12] Peraturan Pemerintah Republik, 4.
[13] Sewindu PALAPA cited in Ibrahim, M., Daud, 'Planning and Development of Indonesia's Domestic Communications Satellite System PALAPA', Online Journal of Space Communication, URL: http://satjournal.tcom.ohiou.edu/ issue8/his_marwah3.html (Accessed 26 October 2006).
[14] "Apa Untung," Tempo (17 July 1976) cited in Ibrahim, M., Daud, 'Planning and Development'.
[15] Jamal, Amal, 'State-Building and Media', 264.
[16] French, David and Richards, Michael (eds.), Television in Contemporary Asia, Sage Publications, Thousands Oaks, 2000, 202.
[17] Sejarah TVRI (The History of TVRI), URL: http://www.tvri.co.id/sejarah.php (Accessed 17 October 2006).
[18] French, David and Richards, Michael (eds.), Television in Contemporary Asia, Sage Publication, London, 2000, 207.
3 comments:
Pak Sulis...sekarang aku di TVRI sebagai komite audit. Pengin juga tuuuh komentari kamu setelah TVRI berubah menjadi Lembaga Penyiaran Publik?? apakah keberadaannya masih diperlukan di era kebebasan pers dan maraknya TV swasta he he....
Menurutku masih perlu, dan bahkan sangat perlu, karena ditengah2 pertarungan kepentingan media massa swasta - termasuk televisi - yang pasti hanya berorientasi profit diperlukan sebuah lembaga independen yang mampu menjadi penyeimbang dalam penyediaan informasi bagi publik.
Coba dibayangkan bagaimana kita yakin kalo berita yang beredar adalah sebuah fakta dan kebenaran kalau semua sumber berita - media corporate - telah jatuh ke sebuah kelompok atau perorangan tertentu. Jumlah stasiun televisi, radio ataupun koran dan majalah tidak menjadi relevan lagi dengan keragaman dan kesahihan berita kalau ternyata semuanya ternyata memiliki "satu suara" karena ternyata semuanya dimiliki oleh sekelompok orang tertentu saja. Sebagai contoh, saat ini ada berapa ratus atau ribu koran di negeri ini tapi berapa orang pemiliknya? Begitupun televisi dan radio.
Jadi menurutku sebuah lembaga penyiaran publik seperti TVRI harus dipertahankan - bahkan harus lebih diberdayakan lagi. Lha untuk proses empowering ini mestinya budgetnya juga jangan dinaikkan. Jer basuki mawa bea, ya khan?
ralat: budgetnya harus dinaikkan
Post a Comment